Teknologi Satelit dan AI dalam Deteksi Deforestasi di Indonesia

Upaya pemerintah Indonesia dalam mencegah deforestasi semakin kuat dengan penggunaan teknologi canggih berbasis satelit dan kecerdasan buatan (AI). Inisiatif ini merupakan bagian dari strategi deteksi dini untuk merespons perubahan kawasan hutan dengan lebih efisien dan akurat.

Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan, R. Agus Budi Santosa, mengungkapkan bahwa penggunaan AI telah meningkatkan kemampuan pemantauan hutan secara signifikan. “AI digunakan untuk mendeteksi deforestasi dengan tingkat kepercayaan 82 persen. Teknologi ini akan diintegrasikan ke dalam sistem peringatan dini deforestasi agar dapat segera ditindaklanjuti,” ujarnya dilansir dari Kantor Berita Antara.

Dengan sistem ini, pemerintah bisa memonitor deforestasi secara lebih rinci, meningkatkan cakupan dari 6,25 hektare menjadi 1 hektare. Alhasil, perubahan pada kawasan hutan dapat terdeteksi lebih tepat dan cepat diatasi. Data dari Kementerian Kehutanan menunjukkan bahwa tren deforestasi di Indonesia dalam empat tahun terakhir mengalami fluktuasi. Pada 2021, luas deforestasi tercatat 113,5 ribu hektare, menurun pada 2022 menjadi 104 ribu hektare, namun meningkat lagi pada 2023 hingga mencapai 121,1 ribu hektare. Angka ini memuncak pada 2024 dengan 175,4 ribu hektare, sebagian besar disebabkan oleh karhutla.

Dampak dari deforestasi yang tidak terkontrol sangat besar bagi ekosistem. Ada tiga dampak utama: mengancam spesies endemik, mengganggu ekologi, dan meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi. Dengan dukungan teknologi, pemerintah menargetkan deteksi dan penanganan deforestasi secara lebih cepat dan berkelanjutan untuk menjaga keseimbangan alam.

Namun, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan untuk memperkuat perlindungan hutan. Pemerintah mengimbau masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga hutan melalui reboisasi dan laporan aktivitas mencurigakan di hutan kepada pihak berwenang.